Gempa berkekuatan 7,2 skala richter yang mengguncang Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) pada hari Senin, tanggal 25-10-2010 pada pukul 21.42 WIB ternyata menimbulkan tsunami besar yang menimbulkan banyak korban. Hingga pukul 00.00 WIB tadi malam, tsunami yang menyapu Mentawai dilaporkan menewaskan 113 orang dan 502 orang lainnya dinyatakan hilang.
Data jumlah korban tewas ini sesuai dengan rilis yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tadi malam. "Total yang sudah meninggal 113 dan yang hilang 150," kata Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kemenkes Mudjiarto dalam siaran persnya.
Dia menjelaskan, korban meninggal di Desa Sipora mencapai 18 orang, dan 5 hilang, di Pagai Selatan 20 meninggal dunia dan 4 orang hilang. Di Sikakap meninggal 7 orang dan 1 orang hilang, dan di Pagai Utara meninggal 58 dan hilang 140. "Petugas masih melakukan evakuasi," tambahnya.
Sementara dari rapat koordinasi penanggulangan gempa dan tsunami Mentawai yang dipimpin Gubernur Sumbar Irwan Prayitno di Padang tadi malam, jumlah korban tewas disebut sebanyak 112 orang. Tapi, jumlah korban hilang jauh lebih banyak dari data Kemenkes, yakni mencapai 502 orang. Dari rapat itu juga terungkap jumlah pengungsi mencapai 645 Kepala Keluarga (KK).
Sedangkan kerusakan bangunan, sekitar 80 persen pemukiman di tiga kecamatan di Mentawai, yakni Kecamatan Pagai Selatan, Sikakap dan Pagai Utara rata dengan tanah. Untuk fasilitas umum, baru tercatat 1 unit bangunan yang rusak berat, dan 1 jembatan permanen hancur.
Selain itu, dua kapal pesiar juga mengalami nasib naas. Satu di antaranya terbakar, namun 8 warga negara Australia dan satu warga negara Indonesia (WNI) yang berada di dalamnya dilaporkan selamat. Mereka selamat setelah ditolong oleh salah satu kapal yang kebetulan melintas di tempat itu. Sementara 1 kapal pesiar lagi dinyatakan hilang kontak, dan belum diketahui nasibnya.
Tsunami terparah dialami kawasan Muntai Baru, Pagai Utara, karena di tempat ini ketinggian tsunami mencapai separuh tinggi rumah warga. Saat ini belum ada laporan korban jiwa di tempat ini, karena pemerintah provinsi maupun pemerintah setempat masih kesulitan untuk mencapai kawasan tersebut. Akibat sapuan tsunami ini, sekitar 80 persen rumah penduduk di kawasan ini rata dengan tanah. Di tempat ini, sekitar 100 warga dinyatakan hilang.
Di Kampung Malakopak juga mengalami nasib sama. Sekitar 150 rumah penduduk di kawasan ini hancur tersapu tsunami dengan ketinggian 6 meter. Sedangkan Resort Makaroni, Desa Silabu rusak berat. Namun seluruh karyawan resort selamat bersama empat orang asing yang sedang berada di tempat itu saat kejadian.
Sebelumnya satu di antara empat warga asing yang berada di Resort Makaroni diseret ombak sejauh puluhan meter. Tapi tak lama kemudian ia ditemukan selamat. Di tempat lain, sekitar 150 rumah di Kampung Silabo dan Muaro Takohape hancur, 3 gereja serta 1 mesjid juga ikut hancur.
"Kami baru mendapat kabar kejadian ini setelah beberapa jam dari kejadian gempa dan itu masih bersifat sementara. Untuk penanggulangan bencana, 5 tim dari Basarnas Sumbar, Tim Pramuka, Tim Tagana, Tim BNPB Sumbar dan Tim Medis dikirim ke lokasi kejadian pada Selasa (26/10) malam. Setiap tim beranggotakan 20 hingga 30 anggota,” ujar Kepala Badan Penanggulangan Bancana Daerah (BPBD) Sumbar Harmensyah kepada Haluan (grup Sijori Mandiri) di ruang kerjanya, kemarin.
Harmensyah mengatakan, kejadian tsunami ini sangat cepat, karena kawasan Pagai Selatan berada di kawasan titik gempa. Tsunami di tempat ini diperkirakan terjadi sekitar pukul 21.52 WIB atau 10 menit setelah gempa terjadi. Bahkan tsunami ini terjadi sebelum BMKG mencabut pernyataan potensi tsunami di Padang. "Tim Kaji Cepat BPBD yang dikirim ke Mentawai ini mengangkut kebutuhan awal yang dibutuhkan korban tsunami, seperti tenda darurat, makanan dan minuman, selimut, peralatan dapur, obat-obatan, kantong mayat serta kebutuhan lainnya yang diperlukan oleh masyarakat di sana," ujar Harmensyah.
Sementara itu, Bupati Mentawai Edison Saleleu Baja kepada Haluan yang kemarin berada di Kota Padang mengatakan, beberapa kapal pengangkut untuk membawa bantuan logistik telah dikerahkan dari Tua Pejat menuju Pagai Selatan, Mentawai. "Saat ini proses pencarian korban masih berlangsung. Sejumlah bantuan juga telah dikirim dari Tua Pejat. Kami juga telah membentuk berbagai posko untuk melayani dan membantu korban gempa dan tsunami," ujarnya.
Edison mengatakan, korban gempa dan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai masih membutuhkan tenda darurat, makanan dan minuman, selimut, obat-obatan, serta kebutuhan lainnya. Menurutnya, Pemkab Kepulauan Mentawai telah mengusulkan anggaran sebesar Rp1 miliar untuk penanggulangan bencana ini ke Pemprov Sumbar.
Terjadinya tsunami di Mentawai setelah guncangan gempa 7,2 SR ini sangat mengagetkan. Pasalnya, hingga Selasa siang sama sekali tidak ada informasi mengenai korban jiwa ataupun kerusakan yang ditimbulkan gempa itu, apalagi tsunami. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang sempat merilis bahaya tsunami sesaat setelah gempa terjadi, tetapi mencabutnya sekitar 30 menit kemudian.
Berita tsunami ini baru tersiar pada Selasa siang atau lebih dari 12 jam setelah gempa dan tsunami terjadi. Sulitnya akses informasi ke dan dari Mentawai membuat berita ini lambat tersiar ke publik.
Ribuan warga Desa Sikakap, Kecamatan Sikakap, Pulau Pagai Selatan, tadi malam memilih tidur di sejumlah tempat pengungsian yang tersebar di perbukitan, masjid dan gereja karena takut terjadinya gempa susulan.
Effendi Idris (29), salah seorang warga Desa Sikakap yang dihubungi melalui telepon tadi malam, mengatakan tidak ada masyarakat yang berani tidur dan memempati rumah karena khawatir akan terjadi gempa susulan disertai ancaman tsunami.
Menurut dia, warga lebih memilih berjaga-jaga dan tidur di luar rumah seperti di perbukitan, masjid dan gereja yang berjarak sekitar 500 meter dari pemukiman warga meskipun cuaca cukup dingin. "Mulai dari anak-anak hingga orang tua malam ini berkumpul di beberapa titik pengungsian berjaga-jaga terjadinya gempa susulan," kata dia.
Desa Sikakap yang dihuni sekitar 3.000 penduduk itu berjarak 50 meter dari garis pantai yang menghadap ke Pulau Sumatera dan tepat berada di Selat Sikakap yang menghadap ke Pulau Sumatera. "Karena posisinya yang tidak berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, desa tersebut tidak terkena dampak langsung tsunami dan tidak ada kerusakan yang berarti namun warga tetap khawatir," lanjut Effendi.
Ia mengatakan, hingga malam ini masih sering terjadi gempa susulan yang getarannya cukup kuat yang dirasakan langsung oleh warga.
Saat ini logistik masih tersedia untuk beberapa hari ke depan, namun ia mengharapkan pemerintah segera mengirim bantuan berupa makanan, pakaian serta obat-obatan.
Untuk Kota Padang, meski tidak terjadi tsunami, namun sejumlah kawasan di Pasaraya Padang tampak sunyi sebagai dampak kejadian tersebut, Selasa (26/10). Bahkan kawasan Pasaraya Padang yang biasa dipenuhi pengunjung, kemarin tampak sepi. Bahkan para pedagang, tukang ojek, tukang parkir mengaku mengalami penurunan omset hingga 80 persen.
“Dari pagi sampai sore tidak banyak pembeli yang datang. Jangankan pembeli, orang lewat saja di depan toko saya sangat langka. Mungkin pengaruh gempa Senin malam, sehingga masyarakat masih takut untuk ke luar rumah,” ujar Ani (45), salah seorang pedagang pakaian di Pasaraya.
Dampak gempa juga dirasakan di sebagian besar sekolah di Kota Padang. Akibat gempa, anak-anak sekolah, terutama siswa SD banyak yang tidak hadir ke sekolah kemarin. Mulai dari alasan takut, trauma, hingga masih berada di tempat pengungsian di rumah sanak family mereka. Bahkan sejumlah sekolah sengaja memulangkan siswanya lebih awal dengan alas an takut gempa susulan.
Di SD 15 Lolong Padang, dari 166 jumlah total siswa di sekolah ini, yang hadir hanya mencapai sekitar 70 hingga 80 orang. Bahkan di sekolah ini banyak orangtua murid yang menunggu anaknya di sekolah, karena takut akan kembali terjadi gempa besar. “Perasaan cemas masih dialami siswa, namun proses pembelajaran tetap berjalan, meski lebih cepat dari hari biasa. Kami sangat memaklumi kondisi psikologis anak dan orangtua yang mencemaskan anaknya,” ujar Kepala Sekolah SD 15 Lolong Padang Yusfiarti, kemarin.
Tak jauh dari sekolah itu, kondisi yang sama juga dialami oleh SD 23 Lolong Padang. Di sekolah ini sekitar 35 persen siswa tidak datang ke sekolah. Menyikapi keresahan masyarakat ini, Ustad Boy Lestari Datuk Palindih mengatakan, bencana yang melanda Sumbar saat ini harus disikapi dengan arif serta meningkatkan pendekatan diri dengan Yang Maha Pencipta.
Menurutnya, setiap orang tidak bisa lari dari bencana dan tidak perlu panik menghadapinya. Ia menilai, orang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa akan merasa tenang dalam semua keadaan.
“Jika ada gempa, tsunami mengancam, silahkan lari menyelamatkan diri, tetapi jangan panik. Dalam Al Quran telah dijelaskan, bahwa kita harus berdoa dan berusaha, termasuk dalam kondisi seperti ini. Jangan mentang-mentang nasib dan mati ditentukan Tuhan lalu kita pasrah saja ketika gempa dan tsunami, itu tidak benar,” jelas Boy Lestari.
Gempa dan Tsunami Mentawai :
Magnitudo : 7,2 SR
Waktu kejadian : Senin pukul 21.42
Pusat gempa : 3.61 LS dan 99.93 BT
Kedalaman : 10 kilometer dpl
Korban : 489 tewas, 128 hilang dan masih bertambah.